Senin, 29 Februari 2016

Dongeng Fabel Kura-Kura dan Seekor Kadal

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Fabel Kura-Kura dan Seekor Kadal, Dongeng Bahasa Sunda, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Fabel Kura-Kura dan Seekor Kadal, Dongeng Bahasa Sunda, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel.

Zaman dahulu kala, disebuah kampung hiduplah seekor kura-kura. Suatu hari dia pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan dapurnya. Walau sangat lambat jalannya, tetapi akhirnya sampai juga dia ke pasar. Dia membeli bahan makanan di pasar. Setelah mengikat Dia membeli banyak belanjaan sampai dua karung. Satu karung terdiri dari bahan bunbu dapur, dan sekarung lainnya berisi sayuran kegemarannya. Setelah dia mengikat karung-karung itu dengan tali, ia pun menyeretnya pulang.

Dalam perjalanan pulang ia melewati depan rumah Kadal. Saat itu Kadal sedang duduk-duduk santai di teras rumahnya. Dia melihat Kura-kura menyeret sekarung makanan. "Ahaa..., kini aku bisa mendapat banyak makanan!" pikir si Kadal.

Baca Cerita Dongeng Ini Selengkapnya :
Perlahan-lahan dia membuntuti si Kura-kura. Di tempat yang sepi Kadal memotong satu tali penarik karung milik Kura-kura dan karung itu dibawanya pulang. Kura-kura mula-mula tidak tahu kalau satu karung belanjaanya sudah tidak ada lagi. Namun ketika dia menoleh ke belakang ... "Waduh, mana karungku yang satunya??" teriaknya bingung. "Belanjaanku hilang satu karung!"

Dia pun segera berbalik. Ia menelusuri kembali jalan yang tadi dilaluinya, untuk mencari harungnya barangkali putus dan tertinggal di jalanan itu. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan, namun tak juga ditemui. Akhirnya di depan rumah Kadal, Kura-kura melihat karung belanjaannya ada di sana. Kura-kura segera menghampiri si Kadal. "Maaf Kadal, mungkin kamu telah salah mengambil karung saya. Saya paham betul kalau ini belanjaan yang aku beli di pasar tadi!" kata Kura-kura menjelaskan.

"Oh, tidak mungkin, kamu jangan mengaku-ngaku!" kata si Kadal, "Ini bukan karungmu!. Aku tadi menemukannya di jalan, Benda ini tergeletak di jalanan. Aku mengambil dan membawanya pulang. Berarti ini miliku sekarang!" Kadal pun memasukkan karung belanjaan tersebut ke dalam rumahnya.

Beberapa hari kemudian tampak Kura-kura berjalan melalui jalan itu kembali. Dia lewat di depan rumah si Kadal. Dilihatnya Kadal sedang tertidur pulas sedangkan ekornya menjulur keluar tergeletak melintang di jalanan. Perlahan Kura-kura mendekat. Dipegangnya ekor si Kadal erat-erat lalu ditariknya sekuat tenaga. Dan ... ekor itu pun putus. "Aduh! sakit sekali!!!" teriak si Kadal. "Hai kau apakan ekorku! Oh, rupanya kamu memutuskan ekorku yah?!!! Cepat sini!.. kembalikan ekor itu padaku!"

Dengan enteng si Kura-kura menjawab. "Tidak bisa! Ini bukan ekormu! Aku mengambilnya di jalan. Benda ini tergeletak begitu saja di jalanan. Jadi aku ambil. dan sekarang benda ini adalah punyaku, bukan punyamu!" jawab si Kura-kura sambil berlalu. Sementara si Kadal hanya bengong sambil sesekali melihat pantatnya yang tampak lucu tanpa ekor. Dia kini paham dengan apa yang barusan di lakukan si Kura-kura. Rupanya si Kura-kura ingin memberi pelajaran berharga tentang perilaku dalam kehidupan. Si kadal lalu berjanji dalam hati, kalau dia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, mengambil barang yang bukan haknya adalah perbuatan tidak baik dan tercela.
Koloni Dongeng memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik yaitu meliputi Tema, Amanat/Pesan Moral, Alur Cerita/Plot, Perwatakan/Penokohan, Latar/Setting, dan Sudut pandang. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik Cerita. Untuk belajar memahami itu semua, coba adik-adik tebak dari cerita Dongeng Fabel Kura-Kura dan Seekor Kadal diatas bertema apa, pesan/amanatnya apa, tokohnya siapa dan settingnya dimana, ayo siapa yang tahu?.


Dongeng Fabel Ayam dan Musang

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Fabel Ayam dan Musang, Dongeng Bahasa Sunda, Dongeng Anak Indonesia
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Fabel Ayam dan Musang, Dongeng Bahasa Sunda, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia

Di sebuah hutan yang lebat, langit tampak mendung dan menghitam. Gerimis pun mulai turun membasahi dedaunan dan membuat suara gemericik. Angin pun berhembus agak kencang seolah akan terjadi hujan lebat. Di sebuah goa kecil yang berada di tebing curam, tinggal seekor ayam betina yang sedang mengerami telurnya. Menurut perhitungan nenek dukun ayam, telur tersebut tidak lama lagi akan menetas. Tentu hal tersebut sangat membuat induk ayam bahagia, karena Sang induk ayam memang sangat menyayangi bakal anak-anaknya tersebut. Dari kejauhan tampak seekor musang mendekati goa tempat tinggal si ayam betina. Tampaknya dia sudah paham betul tempat tinggal si ayam dan dia yakin kalau si jago tidak ada di rumah kalau sore-sore seperti ini. Dia pun mulai mengendap-endap supaya kedatanganya tidak di ketahui si ayam betina.

Baca Cerita Dongeng Ini Selengkapnya :
Sesampai di dekat goa, Musang terhenti. Nampaknya dia sedang berfikir, karena jalan menuju goa tidak semudah yang ia bayangkan apalagi suasana hujan seperti saat itu, si musang harus menaiki sebuah batu besar yang memang satu-satunya jalan untuk menuju mulut goa tersebut, sayangnya musang tidak bisa memanjat batu itu. Memang untuk keluar masuk goa si ayam pun biasanya menggunakan tangga.

Akhirnya akal licik dan akal bulus musang muncul, ia mondar-mandir di sekitar mulut goa, lalu berteriak "Hai ayam, aku membawa pesan penting dari Tuan Singa, tolong turunkan tangga tali yang biasa kamu pakai" pinta si musang.

Rupanya si ayam betina sudah mengetahui bahwa musang sedang mengincarnya. "Ya tunggulah sebentar, akan saya turunkan tangga untukmu. Tapi sebelum itu aku juga ada pesan dari serigala sahabatku, dia punya sesuatu untuk kamu....sebentar ya..serigala...serigala...kemari sini!! Ini ada si Musang kebetulan datang!! Cepatlah kemari Serigala!" si induk ayam berteriak-teriak dari dalam goa.

Mendengar si ayam berteriak memanggil Serigala, Nyali Si musang langsung ciut dan ia pun berfikir "Wah ternyata dia sahabat serigala yang menjadi musuhku, Bahaya nih, dari dulu aku selalu babak belur dibuatnya! Sebaiknya aku pergi saja!". Si musang langsung lari terbirit-birit meninggalkan kediaman induk ayam.

Akhirnya si ayam dan telur-telurnya selamat dari akal licik si musang yang hendak memangsanya. "Bukan hanya kamu, aku saja takut dan lari kalau beneran ada serigala disini, ahihihi" tawa induk ayam sambil membetulkan posisi duduknya mengerami telur-telur kesayanganya. Tak beberapa lama, benar saja perkiraan nenek dukun ayam. Telur-telur tersebut mulai menetas dan bersamaan dengan itu ayam jago pulang dari mencari makanan di hutan. Dia membawa banyak sekali makanan untuk keluarganya. Mereka pun hidup bahagia dengan kehadiran anggota keluarga yang baru, sepuluh anak ayam telah menetas dan membuat hangat suasana di goa terpencil itu.

Pesan Moral Dongeng Fabel Ayam dan Musang adalah : Janganlah suka berbohong kepada siapapun karena bohong itu perbuatan dosa dan tercela, apalagi jika berbohong untuk sebuah tindak kejahatan. Hendaknya kita saling menyayangi dan kasih mengasihi sesama makhluk Tuhan, karena itu adalah perbuatan mulia.
Koloni Dongeng memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik yaitu meliputi Tema, Amanat/Pesan Moral, Alur Cerita/Plot, Perwatakan/Penokohan, Latar/Setting, dan Sudut pandang. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik Cerita. Untuk belajar memahami itu semua, coba adik-adik tebak dari cerita diatas temanya apa, tokohnya siapa dan settingnya dimana, ayo siapa yang tahu?.


Kisah Sunan Muria

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Kisah Sunan Muria, Kisah Wali Songo, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Kisah Sunan Muria, Kisah Wali Songo, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Asal Usul Sunan Muria
Beliau adalah putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya. Itulah cara yang ditempuh untuk menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria. Tempat tinggal beliau di gunung Muria yang salah satu puncaknya bernama Colo. Letaknya disebelah utara kota Kudus. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliau lah satu-satu wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang menciptakan tembang Sinom dan Kinanti.

Sakti Mandraguna
Bahwa Sunan Muria itu adalah wali yang sakti, kuat fisiknya dapat dibuktikan dengan letak padepokannya yang terletak di atas gunung. Menuju ke makam Sunan Muria pun perlu tenaga ekstra karena berada diatas bukit yang tinggi. Bayangkanlah, jika sunan Muria dan isterinya atau dengan muridnya setiap hari harus naik turun guna menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat, atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut serta para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa adanya fisik yang kuat. Soalnya menunggang kuda tidak mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tempat tinggal Sunan Muria. Harus dengan jalan kaki. Itu berarti Sunan Muria memiliki kesaktian yang tinggi, demikian pula dengan murid-muridnya.

Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru yang sakti mandraguna dapat ditemukan dalam kisah perkawinan dengan Dewi Roroyono. Dewi Roroyono adalah puteri Sunan Ngerang, yaitu seorang ulama yang disegani masyarakat karena ketinggian ilmunya, tempat tinggalnya di Juana. Demikian saktinya Sunan Ngerang ini sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus sampai-sampai berguru kepada beliau.

Pada suatu hari Sunan Ngerang mengadakan syukuran atas usia Dewi Roroyono yang genap 20 tahun. Murid-muridnya diundang semua. Seperti : Sunan Muria, Sunan Kudus, Adipati Pathak Warak, Kapa dan Adiknya Gentiri. Tetangga dekat jua diundang, demikian pula snak kadang yang dari jauh. Setelah tamu berkumpul Dewi Roroyono dan adiknya Dewi Roro Pujiwati keluar menghidangkan makanan dan minuman. Keduanya adalah dara-dara yang cantik jelita. Terutama Dewi Roroyono yang telah berusia 20 tahun, bagaikan bunga yang sedang mekar-mekarnya.

Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sudah berbekal ilmu agama dapat menahan pandangan matanya sehingga tidak terseret oleh godaan setan. Tapi seorang murid Sunan Ngerang yang lain yaitu Adipati Pathak Warak memandang Dewi Roroyono dengan mata tidak berkedip melihat kecantikan gadis itu. Sewaktu menjadi cantrik atau murid Sunan Ngerang, yaitu ketika Pthak Warak belum menjadi seorang Adipati, Roroyono masih kecil, belum nampak benar kecantikannya yang mempesona, sekarang gadis itu benar-benar membuat Adipati Pathak Warak tergila-gila. Sepasang matanya hampir melotot memandangi gadis itu terus menerus.

Karena dibakar api asmara yang menggelora, Pathak Warak tidak tahan lagi. Dia menggoda Roroyono dengan ucapan-ucapan yang tidak pantas. Lebih-lebih setelah lelaki itu bertindak kurang ajar. Tentu saja Roroyono merasa malu sekali, lebih-lebih ketiak lelaki itu berlaku kurang ajar dengan memegangi bagian-bagian tubuhnya yang tak pantas disentuh. Si gadis naik pitam, nampan berisi minuman yang dibawanya sengaja ditumpahkan ke pakaian sang adipati.

Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu undangan menertawakan kekonyolan itu, diapun semakin malu. Hampir saja Roroyono ditamparnya kalau tidak ingat bahwa gadis itu adalah puteri gurunya. Roroyono masuk kedalam kamarnya, gadis itu menangis sejadi-jadinya karena dipermalukan oleh Pathak Warak. Malam hari tamu-tamu dari dekat sudah pulang ketempatnya masing-masing. Tamu dari jauh terpaksa menginap di rumah Sunan Ngerang, termasuk Pathak Warak dan Sunan Muria. Namun hingga lewat tengah malam Pathak Warak belum dapat memejamkan matanya.

Pathak Warak kemudian bangkit dari tidurnya. Mengendap-ngendap ke kamar Roroyono. Gadis itu diserepnya sehingga tidak sadarkan diri, kemudian melalui genteng Pathak Warak masuk dan membawa lari gadis itu melalui jendela. Dewi Roroyono dibaw alari ke Mandalika, wilayah Keling atau Kediri. Setelah Sunan Ngerang mengetahui bahwa puterinya diculik oleh Pathak Warak, maka beliau berikrar siapa saja yang berhasil membawa puterinya kembali ke ngerang akan dijodohkan dengan puterinya itu dan bila perempuan akan dijadikan saudara Dewi Roroyono. Tak ada yang menyatakan kesanggupannya. Karena semua orang telah maklum akan kehebatan dan kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan Muria yang bersedia memnuhi harapan Sunan Ngerang.

Saya akan berusaha mengambil Diajeng Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak, kata Sunan Muria. Tetapi ditengah perjalan Sunan Muria bertemu dengan Kapa dan Gentiri, adik seperguruan yang lebih dulu pulang sebelum acara syukuran berakhir. Kedua orang itu merasa heran melihat Sunan Muria berlari cepat menuju arah daerah Keling.

Mengapa kakang tampak tergesa-gesa? Tanya Kapa. Sunan Muria lalu menceritakan penculikan Dewi Roroyono yang dilakukan oleh Pathak Warak. Kapa dan Gentiri sangat menghormati Sunan Muria sebagai saudara seperguruan yang lebih tua. Keduanya lantas menyatakan diri untuk membantu Sunan Muria merebut kembali Dewi Roroyono.

Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan Gunung Muria. Murid-murid kakang sangat membutuhkan bimbingan. Biarlah kami berusaha merebut diajeng Dewi Roroyono kembali. Kalau berhasil kakang tetap berhak mengawininya, kami hanya sekedar membantu, kata kapa. Aku masih sanggup untuk merebutnya sendiri, ujar Sunan Muria. Itu benar, tapi membimbing orang memperdalam agama Islam lebih penting, percayalah pada kami. Kami pasti sanggup merebutnya kembali, kata kapa ngotot.

Sunan Muria akhirnya meluluskan permintaan adik seperguruannya itu. Rasanya tidak enak menolak seseorang yang hendak berbuat baik. Lagi pula ia harus menengok para santrinya di padepokan Gunung Muria. Untuk merebut Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak, Kapa dan Gentiri ternyata minta bantuan seorang Wiku Lodhang Datuk di pulau Sprapat yang dikenal sebagai tokoh sakti yang jarang tandingannya. Usaha itu berhasil. Dewi Roroyono dikembalikan ke Ngerang.

Hari berikutnya Sunan Muria hendak ke Ngerang. Ingin mengetahui perkembangan usaha Kapa dan Gentiri. Ditengah jalan beliau bertemu dengan Adipati Pathak Warak. Hai Pathak Warak berhenti kau, bentak Sunan Muria. Pathak Warak yang sedang naik kuda terpaksa berhenti karena Sunan Muria menghadang didepannya. Minggir!! Jangan menghalangi Jalanku, hardik Pathak Warak. Boleh, asal kau kembalikan Dewi Roroyono ! Goblok!! Dewi Roroyono sudah dibawa Kapa dan Gentiri!! Kini aku hendak mengejar mereka!! Umpat Pathak Warak. Untuk apa kau mengejar mereka? Merebutnya kembali! Jawab Pathak Warak dengan sengit.

Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Dewi Roroyono telah dijodohkan denganku, ujar Sunan Muria sambil pasang kuda-kuda. Tanpa basa basi Pathak Warak melompat dari punggung kuda. Dia merangkak ke arah Sunan Muria dengan jurus-jurus cakar harimau. Tapi dia bukan tandingan putera Sunan Kalijaga yang memiliki segudang kesaktian. Hanya dalam beberapa kali gebrakan, Pathak Warak telah jatuh atau roboh di tanah dalam keadaan fatal. Seluruh kesaktiannya lenyap dan ia menjadi lumpuh, tak mampu untuk bangkit berdiri apalagi berjalan.

Sunan Muria kemudian meneruskan perjalanan ke Juana. Kedatangannya disambut gembira oleh Sunan Ngerang. Karena Kapa dan entiri telah bercerita jujur bahwa mereka sendirilah yang memaksa mengambil alih tugas Sunan Muria mencari Dewi Roroyono, maka Sunan Ngerang pada akhirnya menjodohkan Dewi Roroyono dengan Sunan Muria. Upacara pernikahan pun segera dilaksanakan. Kapa dan Gentiri yang berjasa besar itu diberi hadiah tanah di desa Buntar. Dengan hadiah itu keduanya sudah menjadi orang kaya yang hidupnya serba berkecukupan. Sedang Sunan Muria memboyong isterinya ke Padepokan Gunung Muria. Mereka hidup Bahagia, karena merupakan pasangan yang ideal.

Tidak demikian halnya dengan Kapa dan Gentiri. Sewaktu membawa Dewi Roroyono dari keling ke Ngerang agaknya mereka terlanjur terpesona oleh kecantikan wanita jelita itu. Siang malam mereka tidak bisa tidur. Wajah wanita itu senantiasa terbayang. Namun karena wanita itu sudah diperisteri kakak seperguruannya mereka tak dapat berbuat apa-apa lagi. Hanya penyesalan yang menghujam didada. Mengapa mereka dulu terburu-buru menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya Sunan Muria, tanpa bersusah payah sekarang menikmati kebahagiaan bersama gadis yang mereka dambakan. Inilah hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan menahan pandangan matanya dan menjaga kehotmatan (kemaluan) mereka.

Andaikata Kapa dan Gentiri tidak memandang terus menerus kearah wajah dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu pasti mereka tidak akan terpesona dan tidak terjerat oleh iblis yang memasang perangkap pada pandangan mereka. Kini Kapa dan Gentiri benar-benar telah dirasuki iblis. Mereka bertekad hendak merebut Dewi Roroyono dari tangan Sunan Muria. Mereka telah sepakat untuk menjadikan wanita itu sebagai isteri bersama secara bergiliran. Sungguh keji rencana mereka. Gentiri berangkat lebih dahulu ke Gunung Muria. Namun ketika ia hendak melaksanakan niatnya dipergoki oleh murid Sunan Muria, terjadilah pertempuran dahsyat. Apalagi ketika Sunan Muria keluar menghadapi Gentiri, suasana menjadi semakin panas. Akhirnya gentiri tewas menemui ajalnya di puncak Gunung Muria.

Kematian Gentiri cepat tersebar ke berbagai daerah. Tapi tidak membuat surut niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia datang ke gunung Muria secara diam-diam dimalam hari. Tak seorangpun yang mengetahuinya. Kebetulan pada saat itu Sunan Muria dan beberapa murid pilihannya sedang bepergian ke Demak Bintoro. Kapa menyerep murid-murid Sunan Muria yang berilmu rendah, yang ditugaskan menjaga Dewi Roroyono. Kemudian yang dengan mudahnya Kapa menculik dan membawa wanita impiannya itu ke pulau sprapat.

Pada saat yang sama, sepulangnya dari Demak Bintoro. Sunan Muria bermaksud mengadakan kunjungan kepada Wiku Lodhang Datuk di pulau Sprapat. Ini biasanya dilakukannya bersahabat dengan pemeluk agama lain bukanlah suatu dosa. Terlebih sang Wiku itu pernah meneolongnya merebut Dewi Roroyono dari Pathak Warak. Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang mampu hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam suatu negeri. Lalu ditunjukkan akhlak Islam yang mulia dan agung. Bukannya berdebat tentang perbedaan agama itu sendiri. Dengan menerapkan ajaran-ajaran akhlak yang mulia itu nyatanya banyak pemeluk agama lain yang pada akhirnya tertarik dan masuk Islam secara sukarela.

Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau Sparapat itu tidak disambut baik oleh Wiku Lodhang Datuk. Memalukan! Benar-benar nista perbuatanmu itu! Cepat kembalikan isteri kakang seperguruanmu sendiri itu! Hardik Wiku Lodhang Datuk dengan marah. Bapa Guru ini bagaiman, bukakah aku ini muridmu? Mengapa tidak kau bela? Protes Kapa. Sampai matipun aku takkan sudi membela kebejatan budi pekerti walau pelakunya itu muridku sendiri ! Perdebatan antara guru dengan murid itu berlangsung lama. Tanpa mereka sadari Sunan Muria sudah sampai ditempat itu. Betapa terkejutnya Sunan Muria melihat isterinya sedang tergolek ditanah dalam keadaan terikat kaki dan tangannya. Sementara Kapa dilihatnya sedang adu mulut dengan gurunya yaitu Wiku Lodhang Datuk. Begitu mengetahui kedatangan Sunan Muria, Kapa Langsung melancarkan serangan dengan jurus-jurus maut. Wiku Lodhang Datuk menjauh, melangkah menuju Dewi Roroyono untuk membebaskan belenggu yang dilakukan Kapa. Bersamaan dengan selesainya sang Wiku membuka tali yang mengikat tubuh Dewi Roroyono. Tiba-tiba terdengar jeritan keras dari mulut Kapa.

Ternyata serangan dengan pengerahan aji kesaktian yang dilakukan Kapa berbalik menghantam dirinya sendiri. Itulah ilmu yang dimiliki Sunan Muria. Mampu membalikkan serangan lawan. Karena Kapa menggunakan aji pamungkas yaitu puncak kesaktian yang dimilikinya maka ilmu itu akhirnya merenggut nyawanya sendiri. Maafkan saya tuan Wiku….,ujar Sunan Muria agak menyesal. Tidak mengapa. Menyesal aku turut memberikan ilmu kepadanya. Ternyata ilmu itu digunakan untuk jalan kejahatan, gumam Sang Wiku. Bagaimanapun Kapa adalah muridnya, pantaslah kalau dia menguburkannya secara layak. Pada akhirnya Dewi Roroyono dan Sunan Muria kembali ke Padepokan dan hidup bahagia.



Kisah Sunan Drajad

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Kisah Sunan Drajad, Kisah Wali Songo, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Kisah Sunan Drajad, Kisah Wali Songo, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Asal Usul Sunan Drajad
Nama asli Sunan Drajad adalah Raden Qosim, beliau putera Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu dari ayahnya kemudian diperintah untuk berdakwah di sebelah barat Gresik yaitu daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik. Raden Qosim memulai perjalanannya dengan naik perahu dari Gresik sesudah singgah ditempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke arah Barat itu perahu beliau tiba-tiba dihantam oleh ombak yang besar sehingga menabrak karang dan hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwanya. Tapi bila Tuhan belum menentukan ajal seseorang biar bagaimanapun hebatnya kecelakaan pasti dia akan selamat, demikian pula halnya dengan Raden Qosim. Secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang kepada Raden Qosim dan beliau pun menaiki punggung ikan tersebut hingga selamat ke tepi pantai.

Raden Qosim sangat bersyukur dapat lolos dari musibah itu. Beliau juga berterima kasih kepada ikan talang yang telah menolongnya sampai ke tepi pantai. Untuk itu beliau berpesan kepada anak keturunan beliau untuk tidak memakan daging ikan talang. Bila pesan ini dilanggar akan mengakibatkan bencana, yaitu ditimpa penyakit yang tiada obatnya lagi. Ikan talang tersebut membawa Raden Qosim hingga ke tepi pantai yang termasuk wilayah desa Jelag (sekarang termasuk desa Banjarwati), kecamatan Paciran. Di tempat itu Raden Qosim disambut masyarakat dengan antusias, lebih-lebih setelah mereka tahu bahwa Raden Qosim adalah putera Sunan Ampel seorang wali besar dan masih terhitung kerabat kerajaan Majapahit.

Di desa Jelag itu Raden Qosim mendirikan pesantren, karena caranya menyiarkan agama Islam yang unik maka banyaklah orang yang datang berguru kepadanya. Setelah menetap satu tahun di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham supaya menuju ke arah selatan, kira-kira berjarak 1 km disana beliau mendirikan langgar atau surau untuk berdakwah. Tiga tahun kemudian secara mantap beliau mendapat petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu ditempat ketinggian yang disebut Dalem Duwur. Di bukit yang disebut Dalem Duwur itulah yang sekarang dibangun Museum Sunan Drajad, adapun makam Sunan Drajad terletak di sebelah barat Museum tersebut.

Raden Qosim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri. Artinya dalam berdakwah menyebarkan agama Islam beliau menganut jalan lurus, jalan yang tidak berliku-liku. Agama harus diamalkan dengan lurus dan benar sesuai ajaran Nabi. Tidak boleh dicampur dengan adat dan kepercayaan lama. Meski demikian beliau juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah, didalam museum yang terletak disebelah timur makamnya terdapat seperangkat bekas gamelan Jawa, hal itu menunjukkan betapa tinggi penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.

Dalam catatan sejarah wali songo, Raden Qosim disebut sebagai seorang wali yang hidupnya paling bersahaja, walau dalam urusan dunia beliau juga rajin mencari rezeki. Hal itu disebabkan sikap beliau yang dermawan. Dikalangan rakyat jelata beliau bersifat lemah lembut dan sering menolong mereka yang menderita.

Ajaran Sunan Drajad yang Terkenal
Ajaran Sunan Drajad bersumber dari :
  1. Al-Quran
  2. Sunnah
  3. Ijma
  4. Qiyas
  5. Ajaran guru dan pendidik seperti Sunan Ampel
  6. Ajaran dan pemikiran atau paham yang telah tersebar luas di masyarakat
  7. Tradisi di masyarakat setempat yang telah ada yang sesuai dengan ajaran Islam, dan
  8. Fatwa Sunan Drajad sendiri.
Diantara ajaran beliau yang terkenal adalah sebagai berikut:
Menehono teken marang wong wuto, Menehono mangan marang wong kan luwe, Menehono busono marang wong kang mudo, Menehono ngiyup marang wong kang kudanan

Artinya kurang lebih demikian :
Berilah tongkat kepada orang buta, Berilah makan kepada orang yang kelaparan, Berilah pakaian kepada orang yang telanjang, Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan

Adapun maksudnya adalah sebagai berikut: Berilah petunjuk kepada orang bodoh (buta) Sejahterkanlah kehidupan rakyat yang miskin (kurang makan) Ajarkanlah budi pekerti (etika) kepada yang tidak tahu malu atau belum punya adab tinggi. Berilah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau ditimpa bencana. Ajaran ini sangat supel, siapapun dapat mengamalkannya sesuai dengan tingkat dan kemampuan masing-masing. Bahkan pemeluk agama lainpun tidak berkeberatan untuk mengamalkannya.

Tentang puncak ma’rifat Sunan Drajad menuliskan perumpaannya sebagai berikut :
“Ilang, jenenge kawula, Sirna datang ana keri, Pan ilangwujudira, Tegese wujude widi, Ilang wujude iki, Aneggih perlambangira, Lir lintang karahinan, Keserodotan sang hyang rawi,

Artinya: Hilang jati diri makhluk, Lenyap tiada tersisa, Karena hilang wujud keberadaannya Itulah juga wujud Tuhan, Itulah yang ada ini, Adapun persamaannya, Seperti bintang diwaktu siang Yang tersinari matahari.

Disamping terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa dermawan dan sosial, beliau jua dikenal sebagai anggota wali songo yang turut serta mendukung dinasti Demak dan ikut pula mendirikan mesjid Demak. Simbol kebesaran umat Islam pada waktu itu. Dibidang kesenian, disamping terkenal sebagai ahli ukir beliau juga pertama kali yang menciptakan Gending Pangkur, hingga sekarang gending tersebut masih disukai rakyat jawa. Sunan Drajad demikian gelar Raden Qosim, diberikan kepada beliau karena beliau bertempat tinggal di sebuah bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau dejat para ulama muqarrobin. Ulama yang dekat dengan Allah SWT.



Kisah Maulana Malik Ibrahim

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Kisah Maulana Malik Ibrahim, Kisah Wali Songo, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Asal usul Maulana Malik Ibrahim
Jauh sebelum Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa. Sebenarnya sudah ada masyarakat Islam di daerah-daerah pantai utara. Termasuk di desa Leran. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya makam seorang wanita bernama Fatimah Binti Maimun yang meninggal pada tahun 475 Hijriyah atau pada tahun 1082 M.

Jadi sebelum jaman Wali Songo, Islam sudah ada di pulau Jawa, yaitu daerah Jepara dan Leren. Tetapi Islam pada masa itu masih belum berkembang secara besar-besaran. Maulana Malik Ibrahim yang lebih dikenal penduduk setempat sebagai Kakek Bantal itu diperkirakan datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik hingga akhir wafatnya yaitu pada tahun 1419 M.

Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyatnya kebanyakan masih beragama Hindu atau Budha. Sebagian rakyat Gresik sudah ada yang beragam Islam, tetapi masih banyak yang beragama Hindu atau bahkan tidak beragama sama sekali. Dalam Dakwah kakek bantal menggunakan cara yang bijaksana dan strategi yang tepat berdasarkan ajaran Al-Qur’an yaitu :

“Hendaklah engkau ajak kejalan TuhanMu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan petunjuk-petunjuk yang baik serta ajaklah mereka berdialog (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya (QS. An Nahl ; 125)” Ada yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Turki dan pernah mengembara di Gujarat sehingga beliau cukup berpengalaman menghadapi orang-orang Hindu di pulau Jawa. Gujarat adalah wilayah negara Hindia yang kebanyakan penduduknya beragama Hindu.

Di Jawa, kakek bantal bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu melainkan juga harus bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur mengikuti aliran sesat, juga meluruskan iman dari orang-orang Islam yang bercampur dengan kegiatan Musyrik. Caranya , beliau tidak langsung menentang kepercayaan mereka yang salah itu melainkan mendekati mereka dengan penuh hikmah, beliau tunjukkan keindahan dan ketinggian akhlak Islami sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW.

Dari huruf-huruf arab yang terdapat pada batu nisannya dapat diketahui bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah si Kakek Bantal, penolong fakir miskin, yang dihormati para pangeran dan para sultan ahli tata negara yang ulung, hal itu menunjukkan betapa hebat perjuangan beliau terhadap masyarakat, bukan hanya pada kalangan atas melainkan juga pada golongan rakyat bawah yaitu kaum fakir miskin.

Keterangan yang tertulis dimakamnya ialah sbb : “inilah makam Almarhum Almaghfur, yang berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, para Sultan dan para Menteri, penolong para Fakir dan Miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan RahmatNya dan KeridhaanNya, dan dimasukkan ke dalam Surga. Telah Wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 822 H.” Menurut literatur yang ada, beliau juga ahli pertanian dan ahli pengobatan. Sejak beliau berada di Gresik hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Dan orang-orang sakit banyak yang disembuhkannya dengan daun-daunan tertentu. Sifatnya lemah lembut, welas asih dan ramah tamah kepada semua orang, baik sesama muslim atau dengan non muslim membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati. Kepribadiannya yang baik itulah yang menarik hati penduduk setempat sehingga mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka rela dan menjadi pengikut beliau yang setia.

Sebagai misal beliau menghadapi rakyat jelata yang pengetahuannya masih awam sekali, beliau tidak menjelaskan Islam secara njelimet. Kaum bawah tersebut dibimbing untuk bisa mengolah tanah agar sawah dan ladang mereka dapat dipanen lebih banyak lagi. Sesudah itu mereka dianjurkan bersyukur kepada yang memberikan Rezeki yaitu Allah SWT.

Dikalangan rakyat jelata Syekh Maulana Malik Ibrahim sangat terkenal, terutama dari kalangan kasta rendah. Sebagaimana diketahui agama Hindu membagi masyarakat menjadi 4 kasta yaitu ; kasta brahmana, kstaria, waisya dan sudra. Dari ke empat kasta tersebut kasta sudra adalah yang paling rendah dan sering di tindas oleh kasta-kasta yang lebih tinggi. Maka ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim menerangkan kedudukan seseorang didalam Islam, orang-orang kasta sudra dan waisya banyak yang tertarik, Syekh Maulana Malik Ibrahim menjelaskan bahwa dalam agama Islam semua manusia sama sederajat. Orang sudra boleh saja bergaul dengan kalangan yang lebih atas, tidak dibeda-bedakan. Dihadapan Allah semua manusia adalah sama, yang paling mulia diantara mereka hanyalah yang paling taqwa disisi Allah SWT.

Taqwa itu letaknya dihati, hati yang mengendalikan segala gerak kehidupan manusia untuk berusaha sekuat-kuatnya mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Dengan taqwa itulah manusia akan hidup bahagia di dunia dan di akherat kelak, orang yang bertaqwa sekalipun dia dari kasta sudra bisa jadi lebih mulia daripada mereka yang berkasta ksatria dan brahmana.

Mendengar keterangan ini, mereka yang berasal dari kasta sudra dan waisya merasa lega, mereka merasa dibela dan dikembalikan haknya sebagai manusia yang utuh sehingga wajarlah bila mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka cita. Setelah pengikutnya semakin banyak, beliau kemudian mendirikan mesjid untuk beribadah bersama-sama dan mengaji. Dalam membangun mesjid ini beliau mendapat bantuan yang tidak sedikit dari Raja Carmain. Dan untuk mempersiapkan kader umat yang nantinya dapat meneruskan perjuangan menyebarkan agama Islam ke seluruh tanah Jawa dan seluruh Nusantara maka beliau kemudian mendirikan pesantren yang merupakan perguruan Islam, tempat mendidik dan menggembleng para santri sebagai calon mubaligh. Pendirian pesantren yang pertama kali di Nusantara itu di ilhami oleh kebiasaan masyarakat Hindu yaitu para Biksu dan Pendeta Brahmana yang mendidik cantrik dan calon pemimpin agama di mandala-mandala mereka.

Inilah salah satu strategi para wali yang cukup jitu, orang Budha dan Hindu yang mendirikan mandala-mandala untuk mendidik kader tidak dimusuhi secara frontal, melainkan beliau-beliau itu mendirikan pesantren yang mirip dengan mandala-mandala miliki kelompok Hindu dan Budha tersebut untuk menjaring umat. Dan ternyata hasilnya sungguh memuaskan, dari pesantren Gresik kemudian muncul para mubaligh yang menyebar ke seluruh Nusantara. Tradisi pesantren tersebut berlangsung hingga dijaman sekarang. Dimana para ulama menggodok calon mubaligh dipesantren yang diasuhnya.

Bila orang bertanya suatu masalah agama kepada beliau maka beliau tidak menjawab dengan berbelit-belit melainkan dijawabnya dengan mudah dan gamblang sesuai dengan pesan Nabi yang menganjurkan agama disiarkan dengan mudah, tidak dipersulit, umat harus dibuat gembira, tidak ditakut-takuti. Pada suatu hari Syekh Maulana Malik Ibrahim ditanya tentang : Apakah yang dinamakan Allah itu ?

Beliau tidak menjawab bahwa Allah itu adalah Tuhan yang memberi pahala surga kepada hambaNya yang berbakti dan menyiksa sepedih-pedihnya bagi hamba yang membangkang kepadaNya. Jawabannya cukup singkat dan jelas yaitu, “Allah adalah Zat yang diperlukan adaNya.” Dua tahun sudah Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik, beliau tidak hanya membimbing umat untuk mengenal dan mendalami agama Islam, melainkan juga memberi pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat Gresik menjadi lebih baik. Beliau pula yang mempunyai gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian penduduk. Dengan adanya sistem pengairan yang baik ini lahan pertanian menjadi subur dan hasil panen bertambah banyak, para petani menjadi makmur dan mereka dapat mengerjakan ibadah dengan tenang.

Andaikata Syekh Maulana Malik Ibrahim tidak ikut membenahi dan meningkatkan taraf hidup rakyat Gresik tentulah mereka sukar diajak beribadah dengan baik dan tenang. Sebagaimana sabda Nabi bahwa kefakiran menjurus pada kekafiran. Bagaimana mungkin bisa beribadah dengan tenang jika sehari-hari disibukkan dengan urusan sesuap nasi. Inilah resep yang harus ditiru.

 Tamu dari Negeri Carmain
Ada ganjalan di hari Syekh Maulana Malik Ibrahim, dia telah berhasil mengIslamkan sebagian besar rakyat Gresik. Yang mana saat itu Gresik merupakan bagian dari wilayah Majapahit. Kalau seluruh rakyat sudah memeluk Islam sementara Raja Brawijaya penguasa Majapahir masih beragama Hindu, apakah dibelakang hari tidak timbul ketegangan antara rakyat dengan rajanya.

Untuk menghindari hal itu maka Syekh Maulana Malik Ibrahim mempunyai rencana mengajak Raja Brawijaya untuk masuk agama Islam. Hal itu diutarakan kepada sahabatnya yaitu Raja Carmain. Ternyata Raja Carmain juga mempunyai maksud serupa. Sudah lama Raja Carmain ingin mengajak Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Pada tahun 1321 M. Raja Carmain datang ke Gresik disertai putrinya yang cantik rupawan. Putri Raja Carmain itu bernama Dewi Sari, tujuannya dalam misi tersebut adalah untuk memberikan bimbingan kepada para putri istana Majapahit mengenal agama Islam.

Bersama Syekh Maulana Malik Ibrahim rombongan dari negeri Carmain itu menghadap Prabu Brawijaya. Usaha mereka ternyata gagal. Prabu Brawijaya bersikeras mempertahankan agama lama dengan ucapan diplomatis. Bahwa dia bersedia masuk Islalm bila Dewi Sari bersedia dipersuntingnya sebagai isteri. Dewi Sari menolak, tidak ada gunanya masuk Islam bila ditunggangi dengan kepentingan duniawi. Beragama seperti itu hanya akan merusak keagungan agama Islam. Rombongan dari negeri Carmain lalu kembali ke Gresik. Mereka beristiharat di Leran sembari menunggu selesainya perbaikan kapal untuk berlayar pulang Sungguh sayang sekali, selama peristirahatan di Leran banyak anggota dari negeri Carmain yang diserang wabah penyakit. Banyak diantara mereka yang tewas, termasuk Dewi Sari.

Kabar kematian Dewi Sari terdengar ke telinga Prabu Brawijaya, Raja yang memang tertarik dan merasa jatuh cinta kepada Dewi Sari itu kemudian menyempatkan diri beserta para punggawanya berkunjung ke Leran. Raja Brawijaya memerintahkan kepada para punggawanya untuk menggali kubur dan memakamkan Dewi Sari dengan upacara kebesaran. Setelah rombongan dari negeri Carmain itu meninggalkan pantai Leran Prabu Brawijaya menyerahkan seluruh daerah Gresik kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk diperintah sendiri dibawah kedaulatan Majapahit.

Penyerahan wilayah itu adalah siasat dari sang Raja agar rakyat Gresik yang beragama Islam itu tidak memberontak kepada Rajanya yang masih beragama Hindu. Amanat Raja Majapahit itu diterima oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dengan sukarela. Sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan perdamaian walaupun dengan kafir zimmi yaitu orang-orang bukan muslim yang mau hidup berdampingan dengan aman dalam suatu negara.

Abu Nawas Kena Tipu

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Kena Tipu, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Kena Tipu, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Karena kesulitan uang, Abu Nawas memutuskan untuk menjual keledai kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan Abu Nawas satu-satunya. Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Tetapi keluarga Abu Nawas amat membutuhkan uang. Dan istrinya setuju. Keesokan harinya Abu Nawas membawa keledai ke pasar. Abu Nawas tidak tahu kalau ada sekelompok pencuri yang terdiri dari empat orang telah mengetahui keadaan dan rencana Abu Nawas. Mereka sepakat akan memperdaya Abu Nawas. Rencana pun mulai mereka susun. Ketika Abu Nawas beristirahat di bawah pohon, salah seorang mendekat dan berkata,

"Apakah engkau akan menjual kambingmu?" Tentu saja Abu Nawas terperanjat mendengar pertanyaan yang begitu tiba-tiba. "Ini bukan kambing." kata Abu Nawas. "Kalau bukan kambing, lalu apa?" tanya pencuri itu selanjutnya. "Keledai." kata Abu Nawas. "Kalau engkau yakin itu keledai, jual saja ke pasar dan dan tanyakan pada mereka." kata komplotan pencuri itu sambil berlalu. Abu Nawas tidak terpengaruh. Kemudian ia meneruskan perjalanannya. Ketika Abu Nawas sedang menunggang keledai, pencuri kedua menghampirinya dan berkata.

"Mengapa kau menunggang kambing?" "Ini bukan kambing tapi keledai." "Kalau itu keledai aku tidak bertanya seperti itu, dasar orang aneh. Kambing kok dikatakan keledai." "Kalau ini kambing aku tidak akan menungganginya." jawab Abu Nawas tanpa ragu. "Kalau engkau tidak percaya, pergilah ke pasar dan tanyakan pada orang-orang di sana." kata pencuri kedua sambil berlalu.

Abu Nawas belum terpengaruh dan ia tetap berjalan menuju pasar. Pencuri ketiga datang menghampiri Abu Nawas,"Hai Abu Nawas akan kau bawa ke mana kambing itu?" Kali ini Abu Nawas tidak segera menjawab. Ia mulai ragu, sudah tiga orang mengatakan kalau hewan yang dibawanya adalah kambing. Pencuri ketiga tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia makin merecoki otak Abu Nawas, "Sudahlah, biarpun kau bersikeras hewan itu adalah keledai nyatanya itu adalah kambing, kambing... kambiiiiiing...!"

Abu Nawas berhenti sejenak untuk beristirahat di bawah pohon. Pencuri keempat melaksanakan strategi busuknya. Ia duduk di samping Abu Nawas dan mengajak tokoh cerdik ini untuk berbincang-bincang.

"Ahaa, bagus sekali kambingmu ini...!" pencuri keempat membuka percakapan. "Kau juga yakin ini kambing?" tanya Abu Nawas. "Lho? ya jelas sekali kalau hewan ini adalah kambing. Kalau boleh aku ingin membelinya.""Berapa kau mau membayarnya?" "Tiga dirham!" Abu Nawas setuju. Setelah menerima uang dari pencuri keempat kemudian Abu Nawas langsung pulang. Setiba di rumah Abu Nawas dimarahi istrinya. "Jadi keledai itu hanya engkau jual tiga dirham lantaran mereka mengatakan bahwa keledai itu kambing?"

Abu Nawas tidak bisa menjawab. Ia hanya mendengarkan ocehan istrinya dengan setia sambil menahan rasa dongkol. Kini ia baru menyadari kalau sudah diperdayai oleh komplotan pencuri yang menggoyahkan akal sehatnya. Abu Nawas merencanakan sesuatu. Ia pergi ke hutan mencari sebatang kayu untuk dijadikan sebuah tongkat yang nantinya bisa menghasilkan uang. Rencana Abu Nawas ternyata berjalan lancar. Hampir semua orang membicarakan keajaiban tongkat Abu Nawas. Berita ini juga terdengar oleh para pencuri yang telah menipu Abu Nawas. Mereka langsung tertarik. Bahkan mereka melihat sendiri ketika Abu Nawas membeli barang atau makan tanpa membayar tetapi hanya dengan mengacungkan tongkatnya. Mereka berpikir kalau tongkat itu bisa dibeli maka tentu mereka akan kaya karena hanya dengan mengacungkan tongkat itu mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Akhirnya mereka mendekati Abu Nawas dan berkata,

"Apakah tongkatmu akan dijual?" "Tidak." jawab Abu Nawas dengan cuek. "Tetapi kami bersedia membeli dengan harga yang amat tinggi." kata mereka. "Berapa?" kata Abu Nawas pura-pura merasa tertarik. "Seratus dinar uang emas." kata mereka tanpa ragu-ragu. "Tetapi tongkat ini adalah tongkat wasiat satu-satunya yang aku miliki." kata Abu Nawas sambil tetap berpura-pura tidak ingin menjual tongkatnya. "Dengan uang seratus dinar engkau sudah bisa hidup enak." kata mereka makin penasaran. Abu Nawas diam beberapa saat sepertinya merasa keberatan sekali. "Baiklah kalau begitu." kata Abu Nawas kemudian sambil menyerahkan tongkatnya. Setelah menerima seratus dinar uang emas Abu Nawas segera melesat pulang. Para pencuri itu segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban tongkat yang baru mereka beli. Seusai makan mereka mengacungkan tongkat itu kepada pemilik kedai. Tentu saja pemilik kedai marah.

"Apa maksudmu mengacungkan tongkat itu padaku?" "Bukankah Abu Nawas juga mengacungkan tongkat ini dan engkau membebaskannya?" tanya para pencuri itu. "Benar. Tetapi engkau harus tahu bahwa Abu Nawas menitipkan sejumlah uang kepadaku sebelum makan di sini!" "Gila! Ternyata kita tidak mendapat keuntungan sama sekali menipu Abu Nawas. Kita malah rugi besar!" umpat para pencuri dengan rasa dongkol.

Koloni Dongeng memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.


Abu Nawas Lomba Mimpi

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Lomba Mimpi, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Lomba Mimpi, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Pada siang di bulan Ramadan, Abunawas didatangi oleh dua orang temannya yang tidak berpuasa. Mereka bersekongkol untuk ngerjai Abu Nawas. Tibalah mereka di depan pintu rumah Abu Nawas. Setelah mengucapkan salam, tanpa basa basi lagi mereka mengajak Abu Nawas ngabuburit (mengisi waktu untuk menunggi berbuka puasa.n Sampailah mereka di warung nasi, dan teman-temannya membeli nasi untuk dibungkus. Abu Nawas mengira kalau teman-temannya sangat menghormati orang yang berpuasa meski mereka tidak puasa karena temannya tidak makan di warung tersebut, namun di bawa pulang. Setelah itu, mereka pergi meninggalkan warung tersebut dan sampailah di rumah salah satu temannya. Begitu tiba berbuka puasa, Abu Nawas berkata, "Wah, sudah waktunya berbuka." "Minum saja dulu biar batal puasamu," kata temannya. Abu Nawas pun segera minum dan selanjutnya menunggu. Teman mereka bilang, "Silahkan shalat dulu, nanti ketinggalan shalat maghrib," kata salah satu temannya.

Abu Nawas pun kemudian mengambil air wudhu dan menjalankan shalat maghrib. Namun apa yang terjadi, setelah shalat maghrib pun Abu Nawas belum bisa makan nasi karena temannya menyuruh agar mengaji Al Qur'an terlebih dahulu. "Mengajilah Al Qur'an terlebih dahulu, mumpung perutmu masih kosong. Nanti kalau sudah kenyang kamu mengantuk," kata teman Abu Nawas.

Abu Nawas merasa jengkel, seakan dikerjai oleh teman-temannya. Meski begitu Abu Nawas nurut dan mengaji Al Qur'an. Setelah mengaji, Abu Nawas malah diajak lomba tidur. Siapa yang mimpinya paling indah maka dia berhak menyantap makanan. "Abu Nawas, sekarang mari kita lomba tidur, esok pagi siapa yang mimpinya paling indah dia bisa makan makanan ini," kata salah seorang temannya.

Abu Nawas mulai sadar kalau dirinya dikerjai teman-temannya. Lomba tidur tersebut disanggupi oleh Abu Nawas dengan perasaan marah. Pada esok paginya, mereka bertiga bangun. Salah satu temannya bercerita, "Aku semalam mimpi indah sekali, mimpi punya mobil mewah, rumah mewah, pesawat pribadi dan punya uang banyak sekali." "Mimpimu indah, tapi egois sekali," kata teman yang satunya.

Kemudian teman yang satunya lagi mencerikan mimpinya. "Aku semalam bermimpi bahwa negeriku ini tidak punya hutang, infrastrukturnya bagus sekali, jalan-jalan yang mulus, pelabuhan-pelabuhan lancar, ongkos transportasi murah, rakyat sejahtera hingga aku tidak bertemu orang yang berhak menerima zakat." "Wah, mimpimu hebat," kata temannya. "Sekarang coba ceritakan mimpimu wahai Abu Nawas."

Abu Nawas bercerita, "Mimpiku biasa saja. Semalam aku bermimpi bertemu Nabi Daud as, Nabi yang gemar berpuasa. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari begitu terus tiap waktu. Kemudian Nabi Daud as bertanya, "Apakah engkau sudah berbuka wahai Abu Nawas?" Saya jawab belum, kata Abu Nawas. Kemudian Nabi Daud as menyuruh aku berbuka puasa dahulu. Kontan saja aku cekatan bangun, mengambil makanan yang sudah kalian belikan."

Mimpi Abu Nawas sangat disesali oleh kedua temannya.Mereka kalah cerdik dengan akal Abu Nawas. Niat untuk ngerjai, eh malah dikerjai Abu Nawas. 



Abu Nawas Raja Disuruh Mencium Pantat Ayam

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Raja Disuruh Mencium Pantat Ayam, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Raja Disuruh Mencium Pantat Ayam, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Pada suatu hari Raja Harun Ar-Rasyid sedang galau dengan sikap Abu Nawas. Beberapa kali Abu Nawas telah membuatnya malu di depan para pejabat kerajaan. Berlatar belakang dendam inilah akhirnya Raja hendak membuat jebakan terhadap Abu Nawas. Jika Abu Nawas gagal menghadapi jebakan tersebut, maka hukuman akan diberikan kepadanya.

Maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap Raja Harun Ar-Rasyid. Setelah melewati beberapa prosedur, sampai juga Abu Nawas di istana kerajaan. Sang raja lalu memulai pertanyaannya, "Wahai Abu Nawas, di depan mejaku itu ada sepanggang daging ayam yang lezat dan enak dilahap, tolong segera ambilkan." Abu Nawas tampak bingung dengan perintah tersebut, karena tak biasanya dia disuruh mengambilkan makanan raja. "Mungkin raja ingin menjebakku, aku harus waspada," kata Abu Nawas dalam hati.

Abu Nawas pun akhirnya menuruti perintah itu. Setelah mengambil ayam panggang sang raja, Abu Nawas kemudian memberikannya kepada raja. Namun, sang raja belum langsung menerimanya, ia bertanya lagi "Abu Nawas, di tangan kamu ada sepotong ayam panggang lezat, silahkan dinikmati." Begitu Abu Nawas hendak menyantap ayam panggang tersebut, tiba-tiba raja berkata lagi, "Tapi ingat Abu Nawas, dengarkan dulu petunjuknya. Jika kamu memotong paha ayam itu, maka aku akan memotong pahamu dan jika kamu memotong dada ayam itu, maka aku akan memotong dadamu. Tidak hanya itu saja, jika kamu memotong dan memakan kepala ayam itu, maka aku akan memotong kepalamu. Akan tetapi kalau kamu hanya mendiamkan saja ayam panggang itu, akibatnya kamu akan aku gantung."

Abu Nawas merasa bingung dengan petunjuk yang dititahkan rajanya itu. Dalam kebingungannya, ia semakin yakin jika hal itu hanya akal-akalan Raja Harun saja demi untuk menghukumnya. Tidak hanya ABu Nawas saja yang tegang, tapi juga semua pejabat kerajaan yang hadir di istana tampak tegang pula. Mereka hanya bisa menebak dalam hati tentang maksud dari perintah rajanya itu.

Hampir sepuluh menit lamanya Abu Nawas hanya membolak-balikkan ayam panggang itu. Sejenak suasana menjadi hening. Kemudian Abu Nawas mulai mendekatkan ayam panggang itu tepat di indera penciumannya. Para hadirin yang datang atas undangan raja mulai bingung dan tidak mengerti apa yang dilakukan Abu Nawas. Kemudian terlihat Abu Nawas mendekatkan indera penciumannya tepat di bagian pantat daging ayam bakar yang kelihatan sangat lezat itu. Beberapa menit kemudian ia mencium bagian panta ayam bakar itu.

Setelah selesai mencium pantat ayam bakar itu, kemudian Abu Nawas berkata, "Jika saya harus memotong paha ayam ini, maka Baginda akan memotong pahaku, jika saya harus memotong dada ayam ini, maka Baginda akan memotong dadaku, jika saya harus memakan dan memotong kepala ayam ini, Baginda akan memotong kepalaku, tetapi coba lihat, yang saya lakukan adalah mencium pantat ayam ini," kata Abu Nawas. "Apa maksudmu, wahai Abu Nawas," tanya Baginda. "Maksud saya adlah kalau saya melakukan demikian maka Baginda juga akan membalasnya demikian, layaknya ayam ini. Nah, saya hanya mencium pantat ayam panggang ini saja, maka Baginda juga harus mencium pantat ayam panggang ini pula," jelas Abu Nawas.

Sontak saja penjelasan Abu Nawas itu membuat suasana yang tegang menjadi tampak tak menentu. Para pejabat yang hadir menahan tawa, tetapi ragu-ragu karena takut dihukum raja. Sementara itu, raja yang mendengar ucapan Abu Nawas mulai memerah mukanya. Raja tampak malu untuk kesekian kalinya. Untuk menutupi rasa malunya itu, beliau memerintahkan Abu Nawas untuk pulang dan membawa pergi ayam panggang yang lezat itu. "Wahai Abu Nawas, cepat pulanglah, jangan sampai aku berubah pikiran," kata raja.

Setibanya di rumah, ia mengundang beberapa tetangganya untuk berpesta ayam panggang. Untuk kesekian kalinya Abu Nawas sukses mempermalukan Raja Harun Ar-Rasyid di depan para pejabat kerajaan.



Abu Nawas Menyadarkan Pengemis

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Menyadarkan Pengemis, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Menyadarkan Pengemis, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Pada suatu ketika, Abu Nawas dikunjungi oleh seorang pengemis laki-laki. Pengemis itu meminta makanan karena sudah lama tidak makan. Namun, Abu Nawas tidak memberikan sesuap nasi atau makanan lainnya yang sangat diharapkan oleh pengemis itu, akan tetapi ia malah mengajukan beberapa pertanyaan semata.

"Kenapa engkau mengemis? Apa engkau tidak mempunyai pekerjaan?" tanya Abu Nawas. "Maaf Tuan, saya sudah lama mencari pekerjaan, tapi belum juga ada yang mau menerima saya bekerja," jawab pengemis itu. "Lalu apa engkau mau bekerja sekalipun pekerjaan itu berat?" tanya Abu Nawas. "Asalkan halal, saya mau Tuan," jawab si pengemis.

Akhirnya Abu Nawas mengantarkan pengemis itu menemui sahabatnya, Abu Wardah. Singkat cerita, pengemis itu diminta bekerja untuk mencabut rumput. Ternyata, pengemis itu merupakan seorang pekerja yang sangat rajin dan tangkas. Dalam waktu singkat saja, pekerjaannya pun selesai. Abu Wardah pun sangat kagum dan tergerak hatinya untuk memberikan pekerjaan yang lebih serius. Ia pun meminta pengemis itu untuk memisahkan satu ember kurma menjadi 3 bagian. Yang bagus diletakkan di keranjang pertama, sementara yang lumayan bagus diletakkan di keranjang kedua, dan kurma yang jelek diletakkan di keranjang ketiga. Namun ia lupa tidak membekan penjelasan kepada pengemis itu tentang perbedaan antara yang baik dan yang buruk.

Pada keesokan harinya, Abu Nawas datang ke rumah Abu Wardah untuk menanyakan kabar dari pengemis itu. Ia pun menjelaskan bahwa pengemis itu sangat rajin dan terampil mencabut rumput di ladang sehingga dirinya menyimpulkan bahwa pengemis itu adalah pekerja yang baik. Maka dari itu Abu Wardah memberikan pekerjaan yang lrbih serius kepadanya. "Sekarang dia bekerja apa?" tanya Abunawas. "Tadi malam dia saya suruh untuk memisahkan kutma-kurma menjadi tiga bagian. Mari kita ke sana untuk melihatnya, yentu sudah selesaipekerjaannya itu," kata Abu Wardah.

Tak lama kemudian, keduanya pun sangat terkejut ketika melihat pengemis itu tidur pulas, tidak mengerjakan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya. Dengan penuh tanya, Abu Wardah pun membangunkan pengemis itu. "Kenapa engkau tidak menyelesaikan pekerjaanmu yang sangat mudah itu," tanya Abu Wardah. "Ma'af Tuan, kalau hanya memindahkan kurma, sesungguhnya itu mudah, yang sulit adalah membuat keputusan mana kurma yang baik, lumyan baik, dan jelek, karena saya tidak diberitahu sebelumnya," jawab pengemis. "Sungguh itu tak terpikirkan olehku," kata Abu Wardah.

Abu Nawas pun tersenyum melihat kejadian itu. Ia pun menegur Abu Wardah karena Abu Wardah hanya bisa memberikan tugas saja, tapi tidak mengajarinya dengan baik cara melakukannya.

Abu Nawas dan Lalat

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas dan Lalat, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas dan Lalat, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Abu Nawas sangat sedih melihat rumahnya hancur karena diobrak-abrik prajurit kerajaan. Tapi, dengan akal liciknya, Abunawas berhasil membalas menghancurkan kerajaan dengan sebuah tongkat yang terbuat dari besi. Dengan berdalih untuk membunuh lalat-lalat yang telah makan nasinya, Abu Nawas memporak-porandakan seluruh isi kerajaan.

Pada suatu hari Abu Nawas terlihat murung. Ia hanya tertunduk lesu mendengarkan penuturan istrinya yang mengatakan kalau beberapa pekerja kerajaan atas titah Raja Harun membongkar rumahnya. Raja berdalih bahwa itu dilakukan karena bermimpi kalau di bawah rumahnya terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya. Namun, setelah mereka terus menerus menggali, ternyata emas dan permata tidaj jua ditemukan. Parahnya, sang raja juga tidak mau meminta maaf dan mengganti rugi sedikitpun kepada Abu Nawas. Karena itulah Abu Nawas sakit hati dan memendam rasa dendam kepada perusak rumahnya.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas perbuatan baginda. Makanan yang dihidangkan istrinya pun tidak dimakan karena nafsu makannya telah lenyap. Keesokan harinya Abu Nawas melihat banyak lalat-lalat mulai menyerbu makanannya yang sudah mulai basi. Begitu melihat lalat-lalat itu berterbangan, Abu Nawastiba-tiba saja tertawa riang seolah mendapatkan ide. "Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi," kata Abu Nawas kepada istrinya.

Dengan wajah berseri-seri, Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana, Abu Nawas membungkuk memberi hormat kepada Raja Harun. Raja Harun terkejut atas kedatangan Abu Nawas.i hadapan para menterinya, Raja Harun mempersilahkan Abu Nawas untuk menghadap. "Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa izin dan berani memakan makanan hamba," lapor Abu Nawas. "Siapakah tamu-tamu tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" ujar Baginda dengan bijaksana. "Lalat-lalat ini Tuanku," kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya. "Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Paduka junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini," ujar Abu Nawas sekali lagi. "Lalu, keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?" respon Raja Harun. Hamba hanya menginginkan izin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat yang nakal itu," kata Abu Nawas memulai muslihatnya.

Akhirnya Raja Harun dengan terpaksa membuat surat izin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu dimanapun mereka hinggap. Setelah mendapat izin tertulis itu Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan menggunakan tongkat besi yang dibawa dari rumah, Abu Nawas mengejar dan memukuli lalat-lalat itu. Ketika hinggap di kaca, Abu Nawas dengan tenang dan leluasa memukul kaca itu hingga pecah. Kemudian vas bunga nan indah juga ikut terkena pukul dan pecah. Akhirnya hanya dalam beberapa menit saja seluruh perabot istana hancur berkeping-keping. Raja Harun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruannya yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganysa.

Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri, Barang-barang kesayangan Raja Harun banyak yang hancur. Bukan cuma itu saja, raja juga menanggung rasa malu. Kini dia sadar betapa kelirunya telah berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. 



Abu Nawas Menghitung Bulu Ekor Keledai

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Menghitung Bulu Ekor Keledai, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Pada suatu hari yang cerah, ada tiga orang bijak dan pandai pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak, dan sampailah mereka di desa Abu Nawas. Ketiga orang itu sudah terkenal pintar namun licik. Untuk menghadapi ketiga orang itu, para penduduk desa sepakat untuk menyodorkan Abu Nawas sebagai tandingan mengadu kepintaran. Kepandaian Abu Nawas kali ini diuji oleh tiga orang bijak. Salah satunya adalah mengadu kepandaian dengan menghitung berapa jumlah bulu ekor keledai. Abu Nawas tak kekurangan akal, dengan kecerdikannya, Abu Nawas berhasil mengalahkan tiga orang bijak itu.

Sebagai wakil orang-orang bijak di desa tersebut, Abu Nawas dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak dan keinginan penduduk desa sudah diapprove oleh kepala desa. "Kalau begitu, besok di lapangan bola kita adu kepintaran antara Abu Nawas dengan ketiga orang bijak itu," kata kepala desa sengan suara yang keras. Setelah waktu yang ditentukan tiba, maka berkumpullah penduduk setempat di lapangan bola. Untuk menghormati tamunya, maka pemimping kampung itu memutuskan ketiga orang bijak itu untuk bertanya terlebih dahulu kepada Abu Nawas. "Sebagai rasa hormat kami, maka kalian bertiga terlebih dahulu diberi kesempatan untuk bertanya kepada Abu Nawas, "kata kepala kampung.

Mendapat kesempatan itu, tentu saja ketiga orang itu sangat senang bukan kepalang. Maka dengan sombongnya orang bijak pertama bertanya kepada Abu Nawas. "Di mana sebenarnya pusat bumi ini, wahai Abu Nawas yang tolol?" Tampaknya pertanyaan itu dianggap ringan saja oleh Abu Nawas. Dengan tersenyum Abu Nawas menjawab, "Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara yang budiman." Jawaban Abu Nawas itu membuat orang bijak yang ksdua tidak terima. Ia langsung berkata dengan keras, "Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?" "Jika kalian tidak percaya atas jawabanku, ukur saja sendiri, "jawab Abu Nawas.

Tampaknya jawaban itu telah membuat orang bijak pertama tertegun dan hanya bisa diam saja. Untuk itulah, tiba giliran orang bijak kedua mengajukan pertanyaan kepada Abu Nawas. "Berapa banyak jumlah bintang di langit?" Lagi-lagi Abu Nawas menjawabnya dengan tenang. "Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledaiku ini." Tentu saja jawaban Abu Nawas bikin sakit hati. "Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu? "tanya orang bijak kedua tersebut. "Nah, kalau tida percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai ini, nanti saudara aka tahu kebenarannya, "jawab Abu Nawas. "Itu sih bodoh, akal-akalan saja. Bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai? "sanggah orang bijak kedua itu. Nah, kalau aku bodoh, berarti saudara juga bodoh, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit? "kata Abu Nawas.

Kecerdikan Abu Nawas
Mendengar jawaban itu,si bijak kedua pun tidak bisa melanjutkan. Sekarang tampillh orang bijak ketiga yang katanya paling bijak diantara yang lain. Ia memang agak terganggu oleh kecerdikan Abu Nawas dan dengan ketus ia bertanya, "Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, coba saudara katakan kepadaku, berapa jumlah bulu yang ada di ekor keledai itu." "Aku tahu jumlahnya. Jumlah bulu yang ada di ekor keledaiku ini sama dengan jumlah rambut yang ada di janggut saudara, "jawab Abu Nawas dengan santainya. "Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu? "tanya si bijak ketiga lagi. "Oh itu mudah saja. Begini, saudara mencabut sehelai bulu dari ekor keledaiku, kemudian saya akan mencabut sehelai rambut dari janggunt saudara. Nah, kalau sama, mka yang aku katakan adalah benar. Kalau tidak, berarti saya keliru, "jawab Abu Nawas.

Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tak mau menerima cara menghitung tersebut. Kemudian orang-orang desa mengatakan bahwa ternyata Abu Nawas adalah orang yang paling bijak diantara ketiga orang bijak tersebut. 



Abu Nawas Diuji Jin

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas dan Jin
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas dan Jin, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Abu Nawas dikenal juga karena kejujurannya, namun tak semuanya percaya begitu saja. Diantara yang tidak percaya dengan kejujuran Abu Nawas adalah kaum jin. Abu Nawas selalu saja berhasil mematahkan teka-teki dengan sasaran yang tepat serta dapat diterima oleh akal. Sepak terjangnya yang demikian itulah membuat penasaran kaum jin dan ingin mengujinya. Mereka para jin akhirnya sepakat untuk memberi pengujian kepada Abu Nawas, apakah benar-benar jujur atau tidak. Nah, apakah Abu Nawas lulus dalam uji kejujuran itu?

Dahulu Abu Nawas pernah bekerja sebagai tukang kayu di kampungnya. Dengan pekerjaannya tersebut, ia sering menebang kayu di hutan belantara. Dan karena ia teledor, kapak kesukaannya yang ia gunakan untuk menebang kayu malah jatuh masuk ke jurang yang sangat dalam letaknya. Kejadian itu membuat Abu Nawas bersedih hati karena kapak itu adalah satu-satunya peralatan yag dipunyainya dan ia belum mempunyai pengganti. Tanpa kapaknya, otomatis ia tidak bisa bekerja seperti biasanya. Dalam perasaan yang sangat sedih itu, tiba-tiba datanglah jin yang menyamar menjadi seorang laki-laki berbaju putih. Jin itu datang dan menggoda Abu Nawas yang kondisinya mulai labil.

"Hai Abu Nawas, kenapa kamu kelihatan sediah sekali?" tanya jin. "Iya,apak saya sebagai satu-satunya alat untuk bekerja telah jatuh ke jurang. Kalau begini, bagaimana saya bisa bekerja lagi?"jawab Abu Nawas sedih. "Oh begitu, saya akan bantu untuk mengambilkannya untukmu," kata jin.

Tak berapa lama kemudian, sang jin pun turun ke bawah jurang. Ternyata jin tersebut memiliki keinginan untuk menguji kejujuran Abu Nawas yang sering didengarnya. Terbersit di benak jin untuk memberikan kapak yang lain yang terbuat dari ems, apa reaksi Abu Nawas nantinya. "Wahai Abu Nawas, apakah ini kapakmu?" tanya jin. "Bukan, kapak saya jelek kok," jawab Abu nawas.

Sesaat kemudian jin membnerikan kapak kedua yang terbuat dari perak. Namun Abu Nawas tetap saja tak mengakui. "Bukan, bukan itu. Kapak saya sudah jelek kok!" tegasnya. Mendengar jawaban seperti itu, sang jin menjadi senang karena ternyata Abu Nawas benar-benar seorang yang jujur. "Hai Abu Nawas, kenapa kamu ini begitu jujur, apa tidak mau aku barang yang lebih baik?" tanya jin. "Pak, sesungguhnya aku telah bersyukur pada apa yang aku miliki. Aku tidak ingin mendapatkan sesuatu yang bukan hakku. Bagiku, kapak yang jelek itu adalah milikku. Dengan kapak itulah aku bisa bekerja secara halal dan mendapatkan kayu untuk aku jual, "terang Abu Nawas. "Rasa syukur?"tanya jin dengan heran. "Ya, karena rasa syukur itulah yang membuatku tidak mau mengambil barang yang bukan hakku, "tegas Abunawas. "Wahai Abu Nawas, karena rasa syukurmu itu, maka ketiga kapak ini aku berikan kepadamu,"kata jin. Kemudian Abu Nawas pergi sambil membawa ketiga kapak itu. 


Minggu, 28 Februari 2016

Dongeng Gajah dan Orang Buta

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Gajah dan Orang Buta, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Dongeng Gajah dan Orang Buta, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia.

Dahulu kala, di sebuah negeri ada seorang raja yang mengalami kerepotan dengan para menterinya. Mereka terlalu banyak berbantah sehingga nyaris tak satupun keputusan dapat diambil. Para menteri itu mengikuti tradisi kuno, masing-masing menyatakan bahwa dirinyalah yang paling benar dan yang lainnya salah. Meskipun demikian, ketika sang raja yang penuh kuasa menggelar sebuah pesta di negeri tersebut, mereka semua bisa sepakat untuk cuti bersama. Intinya, jika hal tersebut menguntungkan mereka, maka mereka baru sependapat.

Baca Cerita Dongeng Ini Selengkapnya :
Pesta rakyat yang luar bisa itu digelar di alun-alun istana. Ada banyak atraksi yang ditampilkan, ada nyanyian dan tarian tradisional, akrobat, musik dan banyak lagi. Dan di puncak acara, di kerumunan banyak orang dengan para menteri yang tentunya menempati tempat duduk terbaik, tampak sang raja menuntun sendiri seekor gajah ke tengah arena pesta. Di belakang gajah itu berjalanlah beriringan orang-orang buta.

Setekah sampai di tengah arena, Sang raja kemudian meraih tangan orang buta pertama, menuntunnya untuk meraba belalai gajah itu dan memberitahunya bahwa itulah gajah. Raja lalu membantu orang buta kedua untuk meraba gading sang gajah, orang buta ketiga meraba kupingnya, yang keempat meraba kepalanya, yang kelima meraba badannya, yang keenam meraba kaki, dan yang ketujuh meraba ekornya, lalu menyatakan kepada masing-masing orang buta bahwa itulah yang dinamakan gajah.

Lalu raja kembali kepada si buta pertama dan memintanya untuk menyebutkan dengan lantang seperti apakah gajah itu.

"Menurut pertimbangan dan pendapat saya," kata si buta pertama, yang meraba belalai gajah, "saya nyatakan dengan keyakinan penuh bahwa seekor ‘gajah’ adalah sejenis ular"

"Sungguh omong kosong," seru si buta kedua yang meraba gading gajah. "Seekor ‘gajah’ terlalu keras untuk dianggap sebagai seeokr ular. Fakta sebenarnya, dan saya tak pernah salah, gajah itu seperti bajak petani."

"Jangan ngawur kamu!," cemooh si buta ketiga yang meraba kuping gajah. "Seekor ‘gajah’adalah seperti daun kipas yang besar dan lebar."

"Kalian semua makin ngawur... hahahahaha...!" tawa si buta keempat yang meraba kepala gajah. "Seekor ‘gajah’ sudah pasti adalah sebuah gentong air yang besar."

"Makin aneh saja kalian ini!," cibir si buta kelima yang meraba badan gajah. "Seekor ‘gajah’adalah sebuah batu karang besar."

"Dasar orang-orang aneh dan pembohong semua!" kata si buta terakhir yang meraba ekor gajah. "Aku akan memberitahu kalian apa sebenarnya ‘gajah’ itu. Seekor gajah adalah semacam pecut. Aku tahu, aku dapat merasakannya dengan sangat."

"Sumpah! Gajah itu seekor ular.". "Tidak bisa! Itu gentong air!". "Bukan! Gajah itu… " Dan para buta itu pun mulai berbantah dengan sengitnya, semuanya bicara berbarengan, menyebabkan kata-kata melebur menjadi teriakan-teriakan yang lantang dan panjang. Tatkala kata-kata penghinaan mulai mengudara, lantas datanglah jotosan. Para buta itu tidak yakin betul siapa yang mereka jotos, tetapi tampaknya itu tidak terlalu penting dalam tawuran semacam itu. Mereka sedang berjuang demi pronsip, demi integritas, demi kebenaran. Kebenaran masing-masing pada kenyataannya.

Saat prajurit raja melerai perkelahian diantara orang-orang buta itu, kerumunan hadirin di alun-alun istana terpaku diam dan wajah para menteri tampak malu. Setiap orang yang hadir menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh raja melalui pelajaran itu.

Masing-masing dari kita hanya mengetahui sebagian saja dari kebenaran. Bila kita memegang teguh pengetahuan kita yang terbatas itu sebagai kebenaran mutlak, kita tak ubahnya seperti salah satu dari orang buta yang meraba satu bagian dari seekor gajah dan menyimpulkan bahwa pengalaman mereka itu sebagai sebuah kebenaran, dan yang lainnya: salah.

Bayangkanlah jika ketujuh orang buta itu mampu menarik suatu kesimpulan bahwa ‘seekor gajah’ adalah sesuatu yang seperti batu karang besar, yang ditopang oleh empat batang pohon. Di bagian belakang batu karang itu ada seutas pecut pengusir lalat, dan di depannya ada gentong air besar. Di setiap sisi gentong air itu terdapat dua daun kipas, dengan dua bajak yang mengapit seekor piton panjang! Mewreka tentu akan tahu gambaran seekor gajah yang sebenarnya, bagi orang yang tak akan pernah melihatnya.
Koloni Dongeng memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur Intrinsik yaitu meliputi Tema, Amanat/Pesan Moral, Alur Cerita/Plot, Perwatakan/Penokohan, Latar/Setting, dan Sudut pandang. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik Cerita.


Abu Nawas Panah Pembawa Rezeki

Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Panah Pembawa Rezeki, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Koloni Dongeng adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Hikayat Abu Nawas Panah Pembawa Rezeki, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Abu Nawas sering tidak punya kemampuan untuk menjalankan perintah Raja. Namun, tugas yang diberikan oleh raja selalu terselesaikan dengan baik olehnya. Wal hasil, rezeki tak disangka pun diperolehnya.

Suatu hari, raja mengundang Abu Nawas untuk ikut makan bersamanya. Maka, Abu Nawas pun dijemput di rumahnya oleh para pengawal kerajaan untuk menghadiri jamuan tersebut. Tidak lama, Abu Nawas pun tiba di istana dengan mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Raja segera mengajak Abu Nawas untuk saling berbincang di sebuah pendapa. Segala jenis makanan lezat dan minuman yang segar tersedia di jamuan tersebut. Abu Nawas yang jarang melihat makanan selezat itu, segera menyantapnya dengan sangat lahap. Apalagi seharian ia belum makan. Sementara sang raja terus bicara tentang kekuasaannya.

Raja Harun Ar-Rasyid bicara mengenai wilayah kerajaannya yang luas dan hal-hal lain menyangkut kerajaannya. Abu Nawas sebagai teman bicara justru asyik dan sibuk dengan makanan di hadapannya. Raja bicara tentang ini dan itu, Abu Nawas cuma manggut-manggut aja. Paling hanya menjawab, "hmm, begitu ya". Setelah panjang lebar bercerita, raja mulai mengajukan pertanyaan kepada Abu Nawas. "Abu Nawas, andai saja semua benda ada nilainya. Berapa harga diriku?" tanya raja kepadanya.

Dalam keadaan perut yang kenyang, Abu nawas menjawab pertanyaan raja sekenanya aja. Tanpa pikir panjang. "Hmm,, Menurut hamba, mungkin sekitar 100 dinar, baginda." jawab Abu Nawas. "Keterlaluan kau ini, Abu Nawas. Harga ikat pinggang ku saja 100 dinar," bentak sang raja. "Tepat sekali, tuan. Yang saya nilai adalah ikat pinggang milik paduka" ujar Abu Nawas. Raja tidak ingin dipermalukan lagi oleh Abu Nawas dengan kecerdikannya. Oleh karenanya, raja tidak mau ambil resiko dengan berdebat.

Kemudian raja mengajak Abu Nawas untuk menuju ke arena latihan para prajurit. Di medan latihan tersebut, nampak para prajurit sedang berlatih beladiri dan ketangkasan. "Wahai, Abu Nawas. Di depan para prajurit, tunjukkan keahlian dan kemampuanmu dalam memanah. Lepaskan anak panahmu sekali saja. Jika tepat mengenai sasaran, aku akan memberimu hadiah. Tapi jika meleset, kau dinyatakan gagal dan menerima hukuman penjara". Kata raja menjelaskan. Tanpa menunggu lama, Abu Nawas segera mengambil anak panah dan busurnya. Karena ia faham bahwa raja akan bersikeras jika ia menolak perintahnya.

Abu Nawas memantapkan hati dan fikirannya untuk melepaskan anak panah. Namun, ternyata anak panah yang ia bidikkan tidak mengenai sasaran. Anak panah meleset dari sararan. "Tahukah anda, tuan raja? Berdasar hasil pengamatan saya, Ini adalah gaya memanah para makelar tanah," kata Abu Nawas untuk menutupi kegagalannya. Tanpa menunggu komentar dari raja, Abu Nawas mencabut anak panah lagi, dan membidikkan ke sasaran. Dan ternyata, lagi-lagi jauh dari sasaran. Bahkan kali ini meleset sangat jauh. "Nah, Kalau yang ini adalah gaya memanah para juragan buah.". Ucap Abu Nawas untuk menutupi kegagalannya yang kedua.

Abu Nawas pun kembali mencabut anak panah untuk ketiga kalinya. Dan Akhirnya anak panah pun dilepaskan. Bettt.. Kali ini secara kebetulan anak panah menancap tepat mengenai sasaran. "Sedangkan yang ini, wahai raja. Gaya memanah Abu Nawas. Sekarang hamba sudah siap untuk menerima hadiah yang tuan janjikan" Ucap Abu Nawas dengan penuh harapan gembira. Baginda raja tak kuasa menahan tawanya. Hadiah pun diberikan kepada Abu Nawas. Berbekal kecerdikan memainkan kata yang cukup masuk akal. Abu Nawas pun segera pamit pulang ke rumah. Ia sudah tidak sabar untuk memberikan hadiah tersebut kepada istri tercinta.